oleh

Pentingnya Islamic Worldview

Tasikmalaya, hayatuna.net – Worldview mencakup semua sistem dalam kehidupan, baik sistem pendidikan, politik, hukum, atau pun sistem ekonomi, semuanya berlatar belakang dan memancarkan pandangan alam (worldview) serta nilai-nilai utama bangsa dan peradaban tersebut. Worldview inilah yang menjadi cara setiap orang memahami kehidupan, serta menjadi asas bagi setiap kegiatannya. Karena urgensinya worldview ini, Alparslan Acikgence menyatakan bahwa seluruh tingkah laku manusia pada akhirnya bisa dilacak sampai ke worldviewnya, suatu kesimpulan yang cukup dengan sendirinya untuk mengungkapkan pentingnya worldview dalam diri seseorang dan dalam kehidupan bermasyarakat, termasuk, tentu saja, kegiatan ilmiah. Ini menunjukkan bahwa semua nilai dan tindakan manusia, sadar atau tidak, merupakan refleksi atas keyakinan-keyakinan metafisis atau worldview tertentu, dan bidang pengetahuan serta pendidikan merupakan bidang yang berakar pada worldview tersebut. Artinya, worldview sangat urgen, karena ia mencakup semua aspek kegiatan dan aktivitas manusia.[1]

Dari paparan di atas, kita menangkap beberapa hal penting terkait worldview ini. Pertama, sebagai penyelidikan khusus tentang konsep istilah, worldview merupakan motor penggerak manusia yang mendasari segala aktifitas hidupnya. Entah itu dalam pemikiran, sikap, tindakan dan perilaku. Karena bentuk-bentuk inilah yang kemudian akan membentuk dunia seseorang dan lingkungannya. Kedua, worldview ini berkaitan erat dengan bangunan ilmu pengetahuan seseorang secara khusus. Bahwa worldview seseorang, tidak hanya berbicara tentang bangunan kehidupan seperti aspek ekonomi, politik, hukum, budaya dan aspek kehidupan lainnya. Namun ia juga berkaitan erat dengan aktifitas keilmuan yang dalam hal ini, mendasari rancangan dalam membangun kehidupan dalam segala aspeknya. Hubungan ini (worldview dalam kerangka dan paradigma keilmuan seorang) muncul disebabkan dominasi paradigma ilmu pengetahuan Barat sekuler yang digunakan dalam bermacam kegiatan dan aktifitas keilmuan saat ini.

Sebagai sesuatu yang mendasari sistem kehidupan, worldview merupakan landasan bagi pembangunan suatu peradaban. Peradaban dibangun dengan sistem kehidupan tertentu. Setiap segi kehidupan memiliki sistem pengaturannya masing-masing. Sistem kebudayaan, sistem sosial, sistem ekonomi, sistem politik, sistem keluarga dan lain sebagainya. Suatu sistem bisa dilacak worldview apa yang digunakannya. Saat ini kita menyaksikan kejayaan peradaban Barat yang menguasai hampir seluruh segi kehidupan. Dunia saat ini mengacu sistem-sistem kehidupan yang dianut oleh Barat. Sistem ekonomi menggunakan sistem kapitalisme, politik menggunakan sistem demokrasi, ilmu pengetahuan menganut paham positivistik dan segi kehidupan yang lainnya pun mengacu kepada hasil-hasil peradaban dari Barat.

Dalam sistem pengetahuan, paradigma ilmu pengetahuan Barat dipandang oleh sebagian ilmuan atau intelektual muslim sangat problematis bagi bangunan ilmu dalam paradigma Islam. Seperti contoh, telah banyak muncul penafsiran-penafsiran yang kontroversial tentang ayat-ayat al-Qur’an maupun hadits nabi yang hal tersebut dipandang oleh sebagian ulama dan intelektual Muslim, telah menyimpang dari ajaran dan nilai-nilai yang Islami. Yang paling mutakhir adalah disertasi Abdul Aziz dari UIN Yogyakarta tentang Milkul Yamin, dengan judul “Konsep milk al-yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non Marital”. Hasil disertasi ini memberikan argumen tentang sah nya atau halalnya hubungan seksual di luar nikah. Yang sudah jelas sangat bertentangan dengan syariat yang mengharamkan zina. Sebagaimana dijelaskan oleh ust Nashruddin Syarif dalam majalah risalah No.6 TH.57 Shafar 1441/Oktober 2019, -bahwasanya Abdul Aziz sebagai mahasiswa di UIN Yogyakarta- sudah menjadi rahasia umum, bahwasanya UIN Yogyakarta, telah lama memberlakukan metodologi ilmiah Barat dalam penelitian Islamnya.

Dari kenyataan di atas, kita bisa menilai bagaimana angkuhnya peradaban dan ilmu pengetahuan Barat yang berusaha menjadikan worldviewnya dianut oleh seluruh masyarakat di dunia. Yang dalam hal ini jelas-jelas terdapat pertentangan di sana-sini dengan nilai-nilai Islam. Di sinilah pentingnya kita mengkaji untuk kemudian menerapkan Islamic Worldview dalam tata kehidupan umat Islam. Tulisan ini bermaksud untuk mengantarkan kita pada kajian tentang Islamic Worldview tersebut. Sejauh pembacaan penulis, kajian tentang Islamic Worldview ini masih terbatas dan belum banyak dijadikan kajian yang intensif di tengah-tengah kultur kajian umat Islam. Di sini kita melihat pentingnya mengangkat kembali kajian tersebut. Padahal kebutuhan umat Islam atasnya bisa dikatakan cukup mendesak. Menimbang kondisi saat ini yang semakin menenggelamkan kehidupan umat Islam sendiri tanpa memperhatikan akar nilai dan tujuan apa yang hendak dicapainya.

Narasi Konseptual tentang Worldview

Istilah worldview menurut Dictionary of Social Science, kata ini berasal dari bahasa Jerman, weltanschauung yang berarti pandangan hidup, atau weltansicht (pandangan dunia). secara awam sering diartikan sebagai filsafat hidup atau prinsip hidup. Setiap kepercayaan, bangsa, kebudayaan atau peradaban dan bahkan setiap orang mempunyai worldview masing-masing. Maka dari itu jika worldview diasosiasikan kepada suatu kebudayaan, maka spektrum maknanya dan juga termanya akan mengikuti kebudayaan tersebut. Esensi perbedaannya terletak pada faktor-faktor dominan dalam pandangan hidup masing-masing yang boleh jadi berasal dari kebudayaan, filsafat, agama, kepercayaan, tata nilai sosial atau lainnya. Faktor-faktor itulah yang menentukan cara pandang dan sikap manusia yang bersangkutan terhadap apa yang terdapat dalam alam semesta, dan juga luas atau sempitnya spektrum maknanya.[2]

Worldview juga menggambarkan pola pikir, perasaan dan sikap seseorang dalam menghadapi persoalan hidup dan eksistensi. Cara kita melihat masalahpun itu dipengaruhi oleh worldview. Seperti apa yang diketengahkan oleh Adian Husaini dalam pengantar buku Islamic Worldview karangan Abas mansur Tamam[3]. Ia menyampaikan, ada pandapat yang menyampaikan bahwa saat ini umat Islam memandang masalah kemiskinan dan kekuasaan menjadi masalah yang mendasar. Kecenderungan pendapat ini didasari oleh pembacaan yang sekedar melihat masalah yang tengah muncul atau hadir ke tengah umat. Namun pada kenyataannya ada juga negara Muslim yang kaya dan kekuasaan berada di tangannya, namun masalah umat tidak juga terpecahkan. Menurut Adian Husaini, problemnya ada pada cara kita memandang akar permasalahan. Apakah kemiskinan dan kekuasaan itu adalah akar masalah atau ia justru timbul dari akar masalah yang lain.

Cara kita melihat masalah ini penting diperhatikan, karena kecenderungan setelah pembicaraan ini adalah apa yang akan dilakukan. Apabila kita melihat persoalan a, kecenderungan kita biasanya harus menyelesaikan terlebih dahulu masalah a tersebut dan menunda masalah-masalah yang lain. Ini selanjutnya akan membentuk prioritas aksi yang akan merangcang, mengarahkan dan membangun kehidupan tertentu.

Islamic Worldview

Islam sebagai peradaban yang memiliki worldview, tentunya menuntut umat Islam untuk memahami dan mengimplementasikannya dalam keseluruhan sistem kehidupan. Masalah yang seringkali muncul ke tengah umat Islam kemudian sulit dipecahkan, cenderung terjadi disebabkan ketidakpahaman dan abainya umat dari worldview Islam. Masalah ini tidak sesederhana kita tidak memahami sesuatu kemudian kita tidak merasa bertanggungjawab terhadap sesuatu yang tidak kita pahami tersebut. Worldview Islam memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan aqidah. Selain kesamaan kedudukannya yang bersifat mendasar, mungkin sebenarnya bisa dikatakan worldview Islam sendiri adalah aplikasi daripada aqidah itu sendiri. Penting untuk kita mengkaji beberapa pemikiran yang berkaitan dengan worldview Islam ini.

Pertama pandangan Abul A’la al-Maududi. Ia menjelaskan bahwa Islamic Worldview adalah pandangan hidup yang dimulai dari keEsaan Tuhan (Tauhid) yang berimplikasi pada keseluruhan kehidupan manusia di dunia. Dari pemikiran ini, kita memahami worldview Islam sebagai landasan bagi seluruh aktifitas hidup kita di dunia yang berangkat dari Tauhid. Adapun Syaikh Atif al-Zayn menggunakan istilah mabda al-Islamy. Atif al-Zayn memberikan pengertian worldview Islam sebagai aqidah fikriyyah, yaitu kepercayaan berdasarkan pada aqal/cara berfikir yang daripadanya lahir seperangkat peraturan dan sistem hidup (nizham). Di sini Atif juga memposisikan worldview Islam sebagai keyakinan yang mendasar. Namun ia melengkapinya dengan sifat fiqriyyah nya.

Sayyid Qutb, memberikan pandangan tentang worldview Islam dengan istilah tasawwur Islamy. Artinya adalah akumulasi dari realitas keyakinan asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati setiap Muslim yang memerikan gambaran tentang wujud (segala hal tentang wujud) dan apa-apa yang terdapat di balik itu. Dalam hal ini, Sayyid Qutb memandang bahwa keyakinan itu tidak tiba-tiba muncul dalam hati dan pikiran seseorang, namun ia terus bertumbuh dan berakumulasi sepanjang hidupnya.

Berbeda dari lainnya disini, S.M. Naquib al-Attas tidak hanya memandang worldview Islam sebagai suatu kepercayaan tapi lebih merupakan suatu cara pandang. Maka istilah yang digunakan untuk itu pun adalah ru’yat al-Islam lil-wujud (pandangan Islam tentang wujud). Secara definitif maknanya adalah pandangan alam tentang realitas dan kebenaran yang nampak oleh mata hati kita dan yang menjelaskan hakekat wujud; karena apa yang dipancarkan Islam adalah wujud yang total maka worldview Islam berarti pandangan Islam tentang wujud (ru’yat al-Islam lil-wujud). Tidak seperti yang lain disini al-Attas meletakkan Islam sebagai subyek dan realitas atau wujud dalam pengertian yang luas sebagai obyek menggambarkan Islam sebagai sesuatu yang fungsional, dalam artian bukan hanya sebagai sesuatu yang diyakini dalam hati tapi sesuatu yang digunakan untuk fungsi-fungsi yang komplek dalam memahami wujud alam jagad raya yang nisbi dan wujud Allah yang mutlak.

Dari definisi worldview menurut Abul A’la al-Maududi, Shaykh Atif al-Zayn, Sayyid Quthb dan Syed Muhammad Naquib al-Attas mengenai worldview sangat serupa. Keempatnya menyepakati bahwa worldview adalah “visi manusia yang komprehensif dalam memandang hakikat sebenarnya dari suatu wujud (eksistensi fisik maupun metafisik) di dunia, yang berorientasi pada nilai-nilai tauhid. Sehingga, berimplikasi pada pengintegrasian antara aspek dunia dan akhirat, serta realitas nisbi dan mutlak. Artinya, cakupan pandangan worldview Islam lebih luas daripada worldview Barat yang hanya berorientasikan kepada pandangan dunia (realitas nisbi).

Penutup

Islamic worldview hadir, salah satudiantaranya sebagai upaya untuk menjawab tantangan zaman. Tantangan zaman yang dimaksud adalah dominasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang lahir dari peradaban barat dalam sendi-sendi kehidupan umat Islam. Islamic Worldview ini menjadi begitu urgen kedudukannya melihat ekses yang ditimbulkan oleh tantangan zaman yang dimaksud telah banyak menjatuhkan korban yang tersesat dan bahkan menyesatkan kehidupan dan keberagamaan umat. Sangat disayangkan sekali ketika umat Islam merasa tidak yakin dengan nilai-nilai Islamnya sendiri hingga ia menganut nilai-nilai atau ajaran atau paham lain di luar Islam. Dengan hadirnya Islamic Worldview, diharapkan umat Islam dapat tersadarkan untuk kembali kepada nilai-nilai Islam yang tinggi. Dengan memiliki pandangan hidup yang benar dan kuat, seorang minimalnya akan mempertanyakan dan kritis terhadap hal-hal yang berasal dari luar Islam. Sehingga ia tidak mudah diombang ambing oleh paham atau ideologi asing. /Rijal Jirananda/(Kabid Kajian Ilmiah PD Hima Persis Tasikmalaya Raya) – Wallahu ‘alam bi shawab


[1] Dedy Irawan, Worldview Islam dan Barat. (Jurnal tanpa nama) nurulhuda.uns.ac.id › wp-content › uploads › 2018/01 › Dedi-Irawan

[2] Ibid, hal. 4-5

[3] Mansur Tamam, Islamic Worldview: Paradigma Intelektual Muslim. (Jakarta: Spirit Media, 2017) hal. xxiii

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *