Tasikmalaya, hayatuna.net – Tak terasa kita sudah berada di penghujung bulan Sya’ban, sebentar lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadhan. Bulan diwajibkannya orang yang beriman untuk menunaikan ibadah shaum dengan beberapa ketentuan yang diantara ketika sudah terlihatnya hilal, sebagai tanda awal bulan atau bulan baru.
Dengan demikian, berdasarkan Almanak Persatuan Islam 1441 H hasil perhitungan Dewan Hisan dan Rukyat yang merujuk pada Metodologi Hisab Imkan Rukyat Kriteria Astronomi sesuai hasil keputusan musyawarah Bersama Pimpinan Harian Dewan Hisbah dan Dewan Hisab Rukyat PP PERSIS pada 21 Maret 2020, maka awal bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah 1441 H ditetapkan sebagai berikut:
Awal Ramadhan 1441 H
- Ijtima akhir Sya’ban 1441 H terjadi pada hari Kamis, 23 April 2020 pukul 9:25:41 WIB
- Di wilayah Indonesia saat Maghrib beda tinggi Bulan-Matahari antara 2°51’16” s/d 4°41’45”, dan jarak elongasi Bulan-Matahari antara 4°09’29” s/d 5°07’10””
- Khusus di Pelabuhan Ratu beda tinggi Bulan-Matahari 4° 21’36” dan jarak elongasi Bulan-Matahari 4° 45’04”.
- Kamis 23 April 2020, secara hisab saat Maghrib (malam Jum’at) di wilayah Indonesia hilal belum bisa terlihat, maka tanggal 1 Ramadhan 1441 H ditetapkan Sabtu, 25 April 2020
- Apabila saat Maghrib 23 April 2020 ada laporan rukyat yang sah, maka 1 Ramadhan 1441 H ditetapkan Jumat, 24 April 2020
Awal Syawal atau Idul Fitri 1441 H
- Ijtima akhir Ramadhan 1441 H terjadi Sabtu, 23 Mei 2020 pukul 0:38:43 WIB
- Di wilayah Indonesia saat Maghrib beda tinggi Bulan-Mahatari antara 6° 11’56” s/d 7° 50’28”, dan jarak elongasi Bulan-Matahari antara 6° 17’31” s/d 7° 53’27”
- Khusus di Pelabuhan Ratu beda tinggi Bulan-Matahari 7 19’28” dan jarak elongasi Bulan-Matahari 7 23’31” Sabtu, 23 Mei 2020 secara hisab saat Maghrib (malam ahad) di wilayah Indonesia hilal sudah bisa terlihat, maka tanggal 1 Syawal 1441 H ditetapkan Ahad, 24 Mei 2020
Awal Dzulhijjah atau Idul Adha 1441 H
- Ijtima akhir Dzulqa’dah 1441 H pada hari Selasa, 21 Juli 2020 pukul 00:32:46 WIB
- Di wilayah Indonesia saat Maghrib beda tingg Bulan-Matahari antara 7° 02’15” s/d 9° 27’ 39”, dan jarak elongasi Bulan-Matahari antara 7° 43’ 11” s/d 9° 27’ 40”
- Khusus di Pelabuhan Ratu beda tinggi Bulan-Matahari 8° 33’ 43” dan jarak elongasi Bulan-Matahari 8° 55’ 58”
- Selasa, 21 Juli 2020 secara hisab saat Maghrib (malam Rabu) di wilayah Indonesia hilal sudah bisa terlihat. Maka tanggal 1 Dzulhijjah 1441 ditetapkan Rabu, 22 Juli 2020 M. sehingga Idul Adha 10 Dzulhijjah 1441 H akan bertepatan dengan hari Jum’at, 31 Juli 2020 M.
Berikut pengertian dari beberapa istilah yang sering muncul dalam ilmu Falak, seperti:
Ijtima: diambil dari bahasa Arab yang mempunyai arti ‘berkumpul’, istilah lain untuk pengertian yang sama adalah Iqtiran, dalam bahasa Indonesia istilah ini dikenal pula dengan sebutan ‘Konjungsi’ yang diambil dari bahasa Inggris ‘Conjunction’. Yaitu apabila matahari dan bulan berada pada bujur astronomi دوائر البروج yang sama. Dalam dunia astronomi, Ijtima’ dikenal juga dengan istilah Konjungsi (Conjuction). Oleh para ahli hisab, Ijtima’ dijadikan pedoman untuk menentukan masuknya bulan baru Qomariyah.
Elongasi: atau biasa disebut Angular Distance adalah jarak sudut antara Bulan dan Matahari. Dalam bahasa arab disebut al-Bu’du az-Zawiy sedangkan dalam kitab Sullamun Nayyirain diistilahkan dengan Bu’du Baina an-Nayyirain. Elongasi 0 derajat berarti konjungsi, 180 derajat diberi nama oposisi dan 90 derajat diberi nama kuadratur (at-Tarbi’).
Hisab Imkan Rukyat: Secara harfiah hisab imkan rukyah berarti perhitungan kemungkinan hilal terlihat. Selain memperhitungkan wujudnya hilal di atas ufuk, pelaku hisab juga memperhitungkan faktor-faktor lain yang memungkinkan terlihatnya hilal. Yang menentukan terlihatnya hilal bukan hanya keberadaannya di atas ufuk, melainkan juga ketinggiannya di atas ufuk dan posisinya yang cukup jauh dari arah matahari.
Dalam hisab imkan rukyah, kemungkinannya praktik pelaksanaan rukyah (actual sighting) diperhitungkan dan diantisipasi. Di dalam hisab imkan rukyah, selain kondisi dan posisi hilal, diperhitungkan pula kuat cahayanya (brightness) dan batas kemampuan mata manusia. Di dalam menyusun hipotesisnya, dipertimbangkan pula data statistik keberhasilan dan kegagalan rukyah, perhitungan teoritis dan kesepakatan paling mendekati persyaratan yang dituntut fikih dalam penentuan waktu ibadah.
Darajah (Derajat): satuan ukur yang dipakai untuk mengukur besaran atau harga suatu sudut. Lambangnya adalah 0 (bulatan kecil) diletakkan pada kanan atas suatu angka yang bersangkutan. Nilainya antara 0 s/d 360 derajat. Sebagai pecahannya dipakai satuan daqiqah atau menit yang lambangnya ‘ (accent tunggal) dan Tsawani atau detik yang lambangnya “ (double accent). Setiap 1 derajat=60’ dan setiap 1 menit=60”.
Sangat penting bagi kita mengetahui hal tersebut di atas, sebagai ikhtiar kita semua dalam menghadapi bulan Ramadhan tahun ini. Di saat situasi seperti ini, kita masih diberikan keyakinan juga kekuatan bahwasanya Allah SWT yang mengatur semesta alam ini. Semoga kita semua dipertemukan dengan Bulan Suci Ramadhan. (IJ)
Wallaahu A’lam bi Ash-Showwab
Komentar