Tasikmalaya (21/04/2021), Hayatuna.net – Pada awal perkembangan Islam, umat Muslim belum memiliki madrasah atau tempat belajar seperti saat ini. Saat itu, kegiatan proses belajar mengajar dilaksanakan di masjid-masjid. Di zaman Rasulullah SAW, para sahabat menimba ilmu agama di Masjid Nabawi.
Madrasah mulai berubah pada era kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Di masa itu ilmu pengetahuan berkembang pesat. Kegiatan belajar mengajar sudah dilaksanakan di perpusatakaan, istana khalifah serta rumah-rumah para ulama dan tentunya masjid.
Madrasah mulai berkembang di berbagai kota di wilayah kekuasaan Islam dan banyak melahirkan ulama. Di Indonesia sendiri, perkembangan pendidikan dan pengajaran Islam dalam bentuk madrasah juga merupakan pengembangan dari sistem tradisional yang diadakan di surau, masjid dan pesantren.
Begitu lahir kata madrasah, tentunya sudah lahir nama mubaligh. Mereka yang berjuang menyampaikan pesan Nabi, memelihara khazazah disiplin ilmu Islam, dan tentunya menjaga eksistensi Islam. Merekalah pewaris para Nabi, benang sejarah yang terentang sejak Nabi Adam ‘alaihissalam sampi akhir zaman.
Melihat semua itu, Pimpinan Daerah Persatuan Islam Kab. Tasikmalaya merasa terpanggil untuk berada di garda terdepan dalam membela agama yang sudah memuliakan kita semua, Islam. Di bawah asuhan Bidang Garapan Dakwah PD. Persatuan Islam Kab. Tasikmalaya, program madrasah mubaligh ini menjadi kebutuhan utama dalam upaya merawat kwalitas para mubaligh menghadapi tantangan zaman.
Pada pertemuan madrasah mubaligh dihadirkan ruang bagi Asatidz senior dalam membina, berdiskusi dan mencari solusi dari setiap kajian atau materi yang disuguhkan untuk kepentingan mubaligh itu sendiri. Dimulai dari ilmu nahwu, shorof, i’rob, i’lal, balagoh, ushul fiqh, fiqh dakwah, tarbiyah nisa dll.
Semisal para pertemuan yang dihadiri oleh Al Ustadz H. Saefudin dengan suguhan materi diskusi ilmu alatnya. Juga oleh Al Ustadz H. Taimullah As Saabiq dengan paparan materi fiqh zakat fitrah. Hal ini disampaikan karena kebutuhan atau yang terjadi di kalangan umat saat ini yang sangat beragam. Mubalig tidak cukup hanya menguasai materi, tetapi juga menguasai karakter umat yang menjadi madʻū. Atau bagaimana kemudian mubaligh bisa menghadirkan ulasan hujjah dari sumber Al Quran dan As Sunnah. /IJ
Komentar