oleh

INSPIRASI GERAKAN PERSIS SITUBULEUD

Tasikmalaya, hayatuna.net – Situbuleud merupakan sebuah kawasan perkampungan yang menyandarkan penamaannya pada nama situ yang (dulunya) berbentuk _buleud_ (bulat). Secara geografis, Situbuleud terletak di desa Cipondok, Kec. Sukaresik, Kab. Tasikmalaya, Jawa barat. Di bagian Timur, Situbuleud berdampingan dengan kampung Situjaya, dan bertetanggaan dengan kampung Cipanjang di bagian Barat. Sementara Selatan Situbuleud adalah kampung Karanganyar dan kampung Jogol 1-2.

Adapun pengapit bagian utara Situbuleud adalah berupa perkebunan dan pesawahan. Di desa Cipondok, kampung Situbuleud masuk diantara kampung kawasan kategori dataran tinggi. Sekali kemarau panjang, maka Situbuleud satu diantara kampung yang pertama terkena dampak kekeringan.

Selain itu, kampung yang dilalui jalur utama desa Cipondok tersebut memiliki sejarah tersendiri tentang corak keislaman yang terus menerus mengalami pengembangan.

Menurut penuturan tokoh sepuh setempat, sejak awalnya masyarakat Situbuleud  adalah Muslim taat yang berhaluan Tarekat Qodariyah Naqsabandiyah (TQS). Seiring perkembangan arus pemikiran Islam yang dipengaruhi oleh gaung Pan-Islamisme yang turut memperhadapkan golongan tua dan muda di tanah Jawa dan Sumatera, sehingga pada tahun 1980-an, masyarakat Situbuleud yang semula menganut Islam kultural, mulai mengenal faham Qur’an sunnah. Sewaktu itu, masyarakat Situbuleud gigih menimba ilmu melalui pengajian yang berpusat di Ciawi, tepatnya di bawah binaan Ajengan Mabrur, pendiri SMP Islam Kiara Kuda. Bukan hanya masyarakat Situbuleud, tetapi hampir setiap masyarakat Muslim dari beberapa kampung yang berada di dalam dan luar Ciawi berbondong juga memburu ilmu dari pesantren kesohor tersebut.

Berbarengan dengan semangat memahami Islam secara lebih mendalam, muncul ke muka seorang pemuda asli Situbuleud, yaitu Udang Sasmita, menantu almarhum Aki Zuhaeny. Dari Fikrah dan Kifrahnyalah, yang di kemudian hari membawa corak pembaharuan Islam di kampung Situbuleud. Tak ayal, pada ahir tahun 1982, ia bergabung dengan Persatuan Islam (PERSIS), salahsatu gerakan Islam reformis kelahiran Bandung yang dikenal sebagai gerakan Islam yang _consern_ melakukan purifikasi ajaran Islam dari percampuran Tahayyul Bid’ah dan Churofat (TBC).

Sejak bergabung dengan PERSIS, Udang Sasmita, (selanjutnya disebut U. Sasmita) mulai memindahkan kiblat pengajiannya ke bioskop alun-alun Ciawi. Di bioskop itulah ia beserta simpatisan lainnya mendapatkan penguatan pergerakan PERSIS di bawah asuhan bapak kandung Ustadz Taimullah assabiq, yakni Alm. Ustadz Suraedi, dan ketua umum ketiga Persis, alm. KH. E. Abdurrahman, dari Bandung.

Berbagai tantangan dan penolakan pun terjadi berkali-kali. Dari mulai bentrok fikiran sampai bentrok yang nyaris mengarah pada Fisik.

Masa-masa tersebut, sebagaimana tuturan tokoh muda setempat, adalah peristiwa menegangkan yang membuka babak baru laju Islam Quran Sunnah di Situbuleud. Di perjuangan masa awal, bahkan masjid Al-istiqomah yang dulunya  masjid Jami’ Situbuleud sampai juga pada puncak polemik yang cukup panas. Akhirnya, kelompok Islam Tarekat mendirikan masjid baru di Situbuleud bagian kidul (selatan). Sejak saat itu, muncullah istilah Situbuleud kaler (utara) yang menjadi basis Persatuan Islam (PERSIS), dan Situbuleud Kidul sebagai kawasan Tarekat. Meski bila ditelusuri lebih jauh, tidak semua yang berada di Situbuleud kidul berhaluan Tarekat, begitu pula sebaliknya.

Lazimnya mujahid, para tokoh pembaharu di kampung Situbuleud tidak bergeming sedikit pun. Semakin dihadang, mereka semakin yakin untuk terus mengembangkan perjuangan Quran sunnah. Tantangan intimidasi, dan teror fisikpun pada ahirnya menjadi dinamika yang dipandang biasa.

Demi memantapkan laju kembang Persatuan Islam di kampung yang semula Tarekat itu, ahirnya diadakan pengajian rutin yang menghadirkan tokoh Persis kenamaan.

Di generasi pertama, terdapat tokoh pembina dari beberapa kampung tetangga, yaitu Alm. Ustadz Ibrahim dari Cicalung, Alm. Ustadz Bakar dari Cibubu, Alm. Ustadz Romli dari Karanganyar, dan H. Idji dari Babakan Garut. Di generasi pertama ini, di internal Persis Situbuleud sendiri ada nama Alm. Ustadz Emed yang dengan kerelaan hati duduk bersila di masjid serta mengajar sekolah diniyyah. Ia setiap hari mendidik serta mengajarkan ummat tentang Islam murni. Di generasi pertama ini, diantara dinamika yang bergesekan dengan pihak eksternal adalah dua peristiwa yang dikenang warga Persis Situbuleud. Pertama, yang mereka sebut dengan peristiwa Bedug sekecamatan, dimana pada saat itu pawai bedug dengan secara sengaja dipusatkan penabuhannya di depan masjid Persis Al-istiqomah, Situbuleud. Kedua, tragedi ketika alm. ustadz Romli terpaksa disembunyikan disebabkan beberapa pemuda yang tidak senang, menyantroni masjid saat beliau berkhutbah. Dengan ijin Allah, saat itu terjadi, ada sosok jawara yang mendukung dakwah Quran Sunnah, yaitu Bapak Iri (Alm) yang dengan tegap dan berani menghadapi mereka seorang diri.

Termasuk ketika memasuki musim mencari nafkah ke Jakarta, secara rutin satu bulan sekali, U. Sasmita mengumpulkan teman sekampungnya yang sepikiran dalam Kajian perantau Situbuleud dengan mengundang Ustadz Ibrahim dari Cicalung sebagai pembicara.

Pada generasi kedua, Jama’ah Persis Situbuleud dibina oleh Ustadz Endih dari Cicalung, Ustadz Muchtar dari Tasikmalaya kota, Ustadz Qomar dari Pagerageung, Ustadz Dadang Khoerudin dari Cicalung, dan Ustadz Uba dari Cibubu. Salahsatu ujian di generasi kedua ini diantaranya adalah peristiwa ban mobil alm. Ustadz Shidiq Amien yang tiba-tiba kempes selepas beliau menyampaikan khutbah di acara pertikahan salahsatu anggota Persis Situbuleud. Merasa ditantang, peristiwa itu menyulut amarah pemuda Persis Situbuleud yang menurut mereka, ditengarai pelakunya adalah pemuda dari kidul.

Di generasi ketiga, PJ. Persis Situbuleud dibina oleh Ustadz Afifudin dari Cicalung, Ustadz Dadang Bunyamin dari Cicalung dan alm. Ustadz Awang dari Sukamahi. Pada masa ketiga ini, hubungan antara Tarekat dan Persis sudah mulai mengalami perubahan ke arah yang lebih melunak. Puncaknya, ialah pada generasi ke-4, yakni bertemunya buah didikan Persis Situbuleud dengan putera kandung para pembina sejak generasi pertama. Dampak hubungan baik ini, dapat dikatakan banyak warga Tarekat Situbuleud yang menitipkan putera-puterinya dididik di MD. Persis 247 Situbuleud dan MTs. Persis no. 42 Sukaresik.

Setelah melalui proses penelusuran cukup dalam, penulis memberikan simpulan bahwa Persis Situbuleud sejak pendiriannya sampai dengan saat ini merupakan keturunan dari keluarga Alm. Aki Zuhaeny. Garis keturunannya di kurun pertama terdapat lima putera. Dua laki-laki dan tiga perempuan. Dari kelimanya, lahirlah turunan yang sampai sekarang menjadi aktivis jam’iyyah PERSIS.

Setelah mendalami PERSIS, U. Sasmita mewariskan gerakan dan pikiran pembaharuan Islam ke masa selanjutnya yaitu Ustadz Emed (alm), lalu estafeta secara kontinyu pada Ustadz Mamad yang hari ini menjabat sebagai ketua Pimpinan Jama’ah Persis Situbuleud.

Ganti generasi berganti pula pembina serta kondisi. Tepatnya di tahun 2009, konsentrasi kekaderan yang semula bersifat kultural, berubah ke arah pola yang lebih terukur dan visioner. Pada saat itu, bagaikan warisan tradisi sakral, secara menakjubkan seluruh turunan alm. Aki Zuhaeny tidak ada yang tidak mengenyam pendidikan pesantren Persis. Kesemua putera dan cucunya tersebar di tiga pesantren Persis, yakni Cicalung binaan Alm. Ustadz Ibrahim, Panyusuhan binaan  alm. Ustadz Suraedi, dan Benda binaan alm. Ustadz Amin.

Setelah menempuh perjuangan lumayan panjang yang sarat dinamika, perkembangan jama’ah Persis Situbuleud mendecakkan kagum. Di generasi keempat ini, mereka tidak lagi sekedar Jama’ah binaan melainkan sudah masuk fase perawatan dan persebaran kader. Di internal Situbuleud, telah hadir nama baru, Ustadz Musthofa Kamal F, putera kandung Alm. Ustadz Emed. Dari garis Alm. U. Sasmita, telah lahir tokoh muda sekaligus ketua PJ. Pemuda Persis Situbuleud, Ustadz Endang Suganda.

Di generasi keempat, pemupuk kejam’iyyahan serta pemikiran Persis dilakukan oleh generasi baru. Sebut saja Ustadz Dede Reviana Ibrahim, Pimpinan Pesantren Persis Sukaresik, Ustadz Roni Sujatnika, pakar fikh dan hadits, Ustadz Dadan, tokoh politik yang _low profile_ dari Babakan Awun, dan H. Misbah, sosok pendalam tauhid dari Tanjungsirna.

Selain pencapaian dari buah kekaderan, Persis Situbuleud telah siap dengan segala dinamika yang akan dihadapi ke depannya. Karena di samping PJ. Persis yang berdiri tahun 1986, kini mereka telah memiliki sayap PJ. Persistri, PJ. Pemuda Persis (berdiri th. 1994), PJ. Pemudi Persis, dan Himpunan Remaja Masjid Situbulued (HRMS; berdiri th. 2016).

Pada tahun 2012, lembaga pendidikan yang dirawat sejak pendiriannya di tahun 80-an, melalui tangan dingin Ustadz Musthofa, murid sorogan Gumuruh, KH. Usman Solehudin, Bandung, diniyyah Situbuleud itu resmi bernomor. Namanya pun menjadi begitu lengkap; MD. Persis no. 247 Situbuleud dan RA. Persis Situbuleud.

Pimpinan Jama’ah Persis Situbuleud, dilihat dari luar daerah, diantaranya dikenal karena ada beberapa nama. Pertama, Kang Caca Ruhimat, Ketua PD. Pemuda Persis Kabupaten Tasikmalaya, Ustadz Musthofa Kamal F, ketua PC. Pemuda Persis Sukaresik, Kang Umar, pengusaha konter yang peduli dengan gerakan Persis di Cabang Sukaresik, Endang Suganda, sosok senior kepemudaan di Sukaresik, Kang Dede Sirojudin, ahli mekanik kelistrikan kabupaten Tasikmalaya, serta nama-nama lain yang masih banyak jumlahnya.

Diakui para tokoh Persis disana, soal hajat perjuangan yang memestikan biaya, mereka masih menggunakan pola pembiayaan kultural dalam bentuk gotong royong dan rereongan jama’ah. Meski begitu, memasuki generasi keempat ini, mereka sedang merumbukkan wacana pengadaan badan usaha jam’iyyah yang dikelola oleh kaum muda Persis di Jama’ah Situbuleud.

Sampai tahun 2018 ini, PJ. Persis Situbuleud telah dianugerahi anggota Persis sebanyak 50 orang dengan jumlah simpatisan yang mendekati jumlah 70 orang. Selain diantaranya setia di kampung sebagai pemakmur masjid dan madrasah, sebagian lainnya mencari nafkah di luar kota, sementara para kadernya mengenyam pendidikan di Pesantren Persis dan perguruan tinggi. Sejauh apa pun jarak, serta seberbeda apa pun kerja diantara keseluruhannya, mereka telah bersepakat untuk bahu membahu meneruskan pengembangan Pimpinan Jama’ah Persis Situbuleud.

Kunci dari suksesnya dinamisasi gerakan Persis di Situbuleud tidak lepas dari konsistensi merawat kader melalui pendidikan dasar secara sungguh-sungguh.

“Cikal bakal suatu perjuangan, terutama di pergerakan dakwah Islam, tidak akan lepas dari lingkaran aktivitas pendidikan, dan itu juga yang kami wujudkan. Bagi kami, merawat dan menjaga pendidikan di tingkat dasar, yaitu madrasah diniyah, merupakan kunci dasar keberhasilan perjuangan.” Jelas Caca Ruhimat, ketua PD. Pemuda Persis Kab. Tasikmalaya; putera asli Situbuleud. /TA

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *