oleh

Keliru Bersikap Karena Salah Memahami

Tasikmalaya, hayatuna.net – Menurut bahasa (lughotan), kata fiqh berasal dari bahasa Arab الفَهْمُ yang berarti paham, seperti pernyataan “فَقَّهْتُ الدَّرْسَ” yang berarti “saya memahami pelajaran itu”. Arti ini sesuai dengan arti fiqh dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori: “Barang siapa yang dikehendaki Allah swt. menjadi orang yang baik di sisi-Nya, niscaya diberikan kepadanya pemahaman yang mendalam dalam pengetahuan agama”. Dengan kata lain memahami secara mendalam.

Sementara definisi fiqih menurut istilah, seperti dalam pandangan Wahbah az-Zuhaili tentang definisi kata al-fiqh. Beliau mengutip pendapat Abu Hanifah yang mendefinisikannya sebagai berikut: pertama, fiqh adalah pengetahuan seseorang tentang apa yang menguntungkan dan apa yang merugikan. Kedua, fiqh adalah pengetahuan tentang hukum syara’ yang berhubungan dengan amal perbuatan, yang digali dari dalil yang terperinci.

Dari pengertian yang telah dikemukakan tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa fiqh merupakan seperangkat aturan hukum atau tata aturan yang menyangkut kegiatan dalam kehidupan manusia dalam berinteraksi, bertingkah laku dan bersikap yang bersifat lahiriah dan amaliah, yang merupakan hasil pemahaman yang mendalam terhadap syariah berdasarkan pada dalil-dalil yang terperinci.

Dengan kata lain bahwa fiqhh terbatas pada hukum-hukum yang bersifat aplikatif dan furu‘iah (cabang) dan tidak membahas perkara-perkara i’tiqady (keyakinan) walaupun pada awal kemunculannya merupakan bagian yang tidak terpisah.

Dan inilah yang menjadi isitimewa dari fiqh Islam -yang kita katakan sebagai hukum-hukum syari’at yang mengatur perbuatan dan perkataan mukallaf– memiliki keterikatan yang kuat dengan keimanan terhadap Allah Swt dan rukun-rukun aqidah Islam yang lain. Terutama Aqidah yang berkaitan dengan iman dengan hari akhir.

Yang demikian itu dikarenakan keimanan kepada Allah-lah yang dapat menjadikan seorang berpegang teguh dengan hukum-hukum agama, dan terkendali untuk menerapkannya sebagai bentuk ketaatan dan kerelaan.

Sedangkan orang yang tidak beriman kepada Allah tidak merasa terikat dengan shalat maupun puasa dan tidak memperhatikan apakah perbuatannya termasuk yang halal atau haram. Maka berpegang teguh dengan hukum-hukum syari’at tidak lain merupakan bagian dari keimanan terhadap Dzat yang menurunkan dan mensyari’atkannya terhadap para hambaNya.

Contohnya:

Allah Swt berfirman,

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, “Agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Mahamengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Agar mereka menjaga pandangannya dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat.

Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka atau ayah suami mereka atau putra-putra mereka atau putra-putra suami mereka atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka atau putra-puta saudara perempuan mereka atau para perempuan (sesama Islam) mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki atau para pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan.

Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan tobatlah kamu semua kepada Allah Swt, wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung.” QS. An-Nur: 30-31

Benar Memahami Benar Dalam Bersikap

Meskipun begitu ada perbedaan batasan aurat antara laki-laki dan wanita. Batas aurat laki-laki adalah bagian antara pusar dan lutut. Rasulullah Saw bersabda, “Antara pusar dan lutut adalah aurat.” HR. Hakim, dihasankan oleh Al-Albani

Sementara itu, menurut Imam Nawawi, aurat wanita adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Pendapat yang dikemukakan oleh Imam Nawawi tersebut disepakati oleh mayoritas ulama dan merupakan pendapat yang terkuat.

Dari dalil-dalil di atas dapat disimpulkan bahwa alasan mengapa wanita adalah aurat menurut Islam adalah karena aurat wanita meliputi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Aurat wanita adalah wanita itu sendiri dan karena itu Islam memerintahkan kepada wanita untuk menutup aurat dengan cara mengenakan jilbab ke seluruh tubuhnya sesuai ketentuan syar’i sebagai bentuk ketaatan kepada perintah Allah Swt.

Selain wanita tersebut akan mendapatkan keuntungan lain (dunia) dari keistimewaan yang diberikan seperti: lebih mudah dikenali dan menyejukan mata (pakaian yang dikenakan menunjukan identitas kita ke lingkungan sekitar). Dan terlindung dari sinar UV matahari secara langsung ke kulit kepala yang jika terpapar secara langsung dapat meningkatkan resiko seseorang terkena kanker. Yakinlah setiap perintah yang Allah berikan untuk kita memberikan manfaat yang besar untuk diri kita dan lingkungan.

Ini Yang Terjadi: Keliru Dalam Bersikap

Berdasar kajian yang penulis sampaikan diatas tadi, siring mumculnya beberapa kekhawatiran yang harus kita imbangi atas apa yang terjadi hari ini. Bukan orang lain, bukan orang jauh dari tempat kita tinggal dan bukan juga orang yang tidak pernah mengenyam manis pahitnya pendidikan formal maupun informal.

Satu kondisi dimana kita hari ini, melihat kejadian yang mungkin sudah terjadi di beberapa tahun ke belakang atau yang sampai sekarang masih berlaku. Adanya kekeliruan dalam menyikapi apa yang Allah Swt dan Rasulullah Saw sampaikan berupa ketentun-ketentuan yang harus kita amini dan lakukan.

Ketentuan menutup aurat wanita yang Allah Swt tegaskan dalam Al-Quran tidak kemudian difahami demi keutungan duniawi semata. Kejadian luar biasa di penghujung akhir tahun 2019 dan masih berlangsung sampai detik ini, seakan membuka mata dan pikiran kita bagaimana harus bersikap dan mengapa?

Promosi besar-besaran terjadi hampir di seluruh belahan dunia saat ini. Mulai dari peraturan yang disampaikan oleh pemegang kendali keputusan bertarap internasional sampai di tingkat kelurahan setempat. Protokol kesehatan yang disinyalir menjadi media paling ampuh agar kita terhindar dari ancaman yang hari ini hadir disebut sebagai wabah yang melanda dunia, yaitu Covid-19.

Menutup mulut dan hidung seaakan menjadi pahlawan terdepan atau front liner yang akan menghadang terjangan virus tersebut. Meski pada kehidupan nyata, ada hal yang seharusnya dipikirkan Bersama bahwa semangat kita dengan menutup bagian mulut dan hidung tidak serta diimbangi dengan pemikiran atau pemahaman yang Panjang tentang bagaimana seharusnya seorang wanita juga pandai memahami anjuran untuk menutup aurat.

Hingga pada akhirnya, semua pihak disibukan dengan satu regulasi baru akan kepentingan kesehatan (duniawi) semata, tidak kemudian berpikir logis dan berdasar ideologis ukhrowi bahwa menutup aurat merupakan sesuatu yang wajib dipromosikan dan dilakukan pada saat ini demi kepentingan dunia dan akhirat.

Sebagai penutup, ingin penulis sampaikan bahwa harus ada gerakan riil (nyata) atas apa yang terjadi saat ini. Jika hanya menutup mulut dan hidung, tanpa seorang wanita mengindahkan  untuk menutup bagian (aurat) yang lainnya. Justru akan menimbulkan petaka yang tidak berujung.

Hanya kepada Allah Swt kita merendahkan diri untuk senantiasa berada dalam jalur ketaatan atas segala perintah dan menjauhi segala laranganNya. Dan semoga Allah Swt membimbing kita dalam melakan segala amal kebaikan di dunia ini untuk kebahagiaan akhirat. Wallahu A’lam bi Ash-Showwwab (IJ)

Penulis aktif sebagai salah satu Satgas Covid-19 di PC. Persatuan Islam Ciawi

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *